Sabtu, 26 November 2011

Pembangunan Ekonomi Di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan sosial, negara meyelenggarakan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah dan berkelanjutan, dalam bentuk progaram pembangunan.
Meski reformasi telah berjalan sepuluh tahun, kebijakan pembangunan nasional selama ini masih ditengarai kurang memberikan perhatian yang memadai pada kesenjangan yang menimbulkan beberapa ekses negatif terhadap pembangunan, seperti menumpuknya kegiatan ekonomi di daerah tertentu saja, melebarnya kesenjangan pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan, meningkatnya kesenjangan pendapatan perkapita, masih banyaknya daerah-daerah miskin, tingginya angka pengangguran, serta rendahnya produktivitas.
Berbagai ekses negatif tersebut, secara bersama-sama membentuk sebuah isu permasalahan yang sentral bagi pembangunan, yaitu bahwa pembangunan ekonomi nasional selama ini ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas, yang ditandai oleh tingginya ketimpangan dan kemiskinan. Pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu Negara. Pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar tidak akan secara otomatis membawa kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Pengalaman negara maju dan berkembang membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, ia selalu gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah sosial. Penduduk miskin adalah kelompok yang sering tidak tersentuh oleh strategi pembangunan yang bertumpu pada mekanisme pasar. Kelompok rentan ini, karena hambatan fisiknya (orang cacat), kulturalnya (suku terasing) maupun strukturalnya (penganggur), tidak mampu merespon secepat perubahan sosial di sekitarnya, sehingga terjatuh dalam proses pembangunan yang tidak adil. Walaupun secara bertahap berkurang, jumlah penduduk miskin saat ini masih cukup tinggi, baik di kawasan perdesaan maupun di perkotaan, sehingga kemiskinan masih menjadi perhatian penting dalam pembangunan yang akan datang. Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda.
Indonesia diperkirakan masih akan menghadapi tekanan jumlah penduduk yang makin besar. Jumlah penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 219,9 juta orang diperkirakan meningkat mencapai sekitar 274 juta orang pada tahun 2025.[3] Angkatan kerja diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat jumlahnya dari kondisi saat ini. Dengan komposisi pendidikan angkatan kerja yang pada tahun 2004 sekitar 50 persen berpendidikan setingkat SD, dalam 20 tahun ke depan komposisi pendidikan angkatan kerja diperkirakan akan didominasi oleh angkatan kerja yang berpendidikan setingkat SMP sampai dengan SMU. Dengan demikian, kapasitas perekonomian pada masa depan dituntut untuk mampu tumbuh dan berkembang agar mampu menyediakan tambahan lapangan kerja yang layak.
Pembangunan sosial dapat didefinisikan sebagai strategi kolektif dan terencana guna meningkatkan kualitas hidup manusia melalui seperangkat kebijakan sosial yang mencakup sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, ketenagakerjaan, jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Istilah pembangunan sosial (social development) sering dipertukarkan dengan pembangunan manusia (human development) dan pembangunan kesejahteraan sosial (social welfare development). Secara konseptual, ketiganya sesungguhnya memiliki arena dan konsentrasi yang relatif berbeda, meskipun bersinggungan.
Bila pembangunan sosial lebih berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia dalam arti luas, maka pembangunan manusia memfokuskan perhatiannya pada peningkatan modal manusia (human capital) yang diukur melalui dua indikator utama; pendidikan (misalnya angka melek huruf) dan kesehatan (misalnya angka harapan hidup). Sementara itu, pembangunan kesejahteraan sosial lebih berorientasi pada peningkatan modal sosial (social capital) yang dapat dilihat dari indikator keberfungsian sosial (social functioning) yang mencakup kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, melaksanakan peran sosial serta menghadapi goncangan dan tekanan kehidupan. Meskipun sasaran pelayanan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup individu dan masyarakat dari berbagai kelas sosial ekonomi, namun sasaran utama pelayanan pembangunan sosial pada umumnya adalah mereka yang tergolong kelompok-kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) yang di Indonesia dikenal dengan nama Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).
Krisis multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia sejak tahun 1998 tidak hanya menyangkut aspek ekonomi dan politik, tetapi juga merambat kepada aspek pembangunan sosial, khususnya pembangunan Kesejahteraan Sosial. Ternyata, kondisi sosial ekonomi dan politik bangsa Indonesia sangat rapuh dan rentan terhadap terpaan arus globalisasi. Hal itu menuntut semua komponen bangsa untuk mengkaji ulang paradigma pembangunan dan tidak terkecuali paradigma pembangunan Kesejahteraan Sosial.
Kesejahteraan sosial seringkali menyentuh, berkaitan, atau bahkan, selintas, bertumpang-tindih (overlapping) dengan bidang lain yang umumnya dikategorikan sebagai bidang sosial, misalnya kesehatan, pendidikan, perumahan. Kesejahteraan menunjuk pada pemberian pelayanan sosial yang dilakukan oleh Negara atau jenis-jenistunjangan tertentu, khususnya jaminan sosial yang ditujukan bagi orang miskin. Menurut Howard Jones(1990), tujuan utama kesejahteraan sosial, yang pertama dan utama, adalah penanggulangan kemiskinan dalam berbagai manifestasinya. “The achievement of social welfare means, first and foremost, the alleviation of poverty in its many manifestations” (Jones, 1990:281). Makna “kemiskinan dalam berbagai manifestasinya” menekankan bahwa masalah kemiskinan disini tidak hanya menunjuk pada “kemiskinan fisik”, seperti rendahnya pendapatan (income poverty) atau rumah tidak layak huni, melainkan pula mencakup berbagai bentuk masalah sosial lain yang terkait dengannya, seperti anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia, pelacuran, pengemis, pekerja migran, termasuk didalamnya menyangkut masalah kebodohan, keterbelakangan, serta kapasitas dan efektifitas lembaga-lembaga pelayanan sosial pemerintah dan swasta (LSM, Orsos, institusi lokal) yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan ekonomi nasional selama ini ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas yang ditandai oleh tingginya ketimpangan dan kemiskinan. Pembangunan ekonomi sangat diperlukan bagi pembangunan sosial. Namun demikian, hubungan antara keduanya tidak selalu bersifat otomatis. Pembangunan ekonomi baru bermakna jika dapat dialokasikan dengan baik bagi kepentingan pembangunan sosial. Berbagai studi telah cukup meyakinkan bahwa secara teoritis maupun empiris, keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai tingkat standar hidup yang baik sangat ditentukan oleh strategi pembangunan di negara tersebut yang memadukan pembangunan ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, penulis mengemukakan bahwa orientasi pembangunan ekonomi perlu diikuti oleh pembangunan sosial, yang diartikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan secara menyeluruh.

B.      Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial ?
2.      Bagaimana cara mencapai kesejahtaraan sosial dalam masyarakat ?
3.      Mengapa dalam pembangunan sosial prinsip dasar merupakan perwujudan keadilan sosial yang perlu diberi prioritas utama dalam usaha pembangunan masyarakat ?

C.      Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui apa yang seharusnya dicapai dalam pembangunan sosial.
2.      Untuk mengetahui apa pengertian dari kesejahteraan sosial.
3.      Untuk Mengetahui kegiatan apa saja yang diselenggarakan dalam mewujudkan kesejahteraan sosial.

BAB II
DASAR TEORI
A.      Pengertian Pembangunan
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :
1.      Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.
2.      Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
3.      (Alexander 1994) member pengertian Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya.
4.      Portes (1976) mendefenisikan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
5.      Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.

B.      Pengertian Kesejahteraan Sosial
Di bawah ini ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut beberapa ahli :
1.      Secara umum (Edi Suharto) kesejahteraan sosial yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan.
2.      Menurut UU No.6 Thn 1974 yaitu suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.
3.      Menurut PBB, kesejahetaran sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dalam tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka.
4.      Arthur Dunham, mengemukakan kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang usaha manusia, dimana di dalamnya terdapat berbagai macam badan atau usaha sosial yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan dari segia sosial pada bidang-bidang kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial.

C.      Pengertian Kemiskinan
1.      Kemiskinan menurut Soerjono Soekanto, (1982, Sosiologi: suatu Pengantar, Rajawali Press) "kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memlihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut."
2.      Amartya Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001, The Health and Poverty of Nations: From Theory to Practice, School of Public Health, Harvard University, Boston and Dept. of Economics, Queens University, Belfast) mengatakan bahwa seseorang dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation" dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang substantif. Menurut Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini memiliki dua sisi: kesempatan dan rasa aman. Kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan membutuhkan kesehatan.


BAB III
PEMBAHASAN
A.      Pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
Menurut Prayitno dalam buku Tantangan Pembangunan di Indonesia mengemukakan bahwa, pembangunan ekonomi nasional selama ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas, yang ditandai oleh tingginya ketimpangan dan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, muncul sebagai fenomena yang bukan tanpa masalah, karena keberhasilan pembangunan sering diukur dalam istilah teknis ekonomi dengan Produk Nasional Bruto (PNB atau GNP) dan Produk Domestik Bruto (PDB atau GDP), maka kekayaan keseluruhan yang dimiliki suatu negara tidak berarti bahwa kekayaan itu merata dimiliki oleh semua penduduknya (Prayitno, 2009). Dalam pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak tertutup kemungkinan adanya sebagian kecil orang di dalam negara yang memiliki kekayaan berlimpah, sedangkan sebagian lain hidup dalam kemiskinan. Sehingga, sering memunculkan ironi di negara-negara yang PNB perkapitanya tinggi, namun banyak kemiskinan dimana mana. Tingginya GNP ternyata belum menjamin terwujudnya suatu kesejahteraan rakyat, karena hasilnya tidak selalu diterima secara merata, akibat dari prioritas pembangunan yang ditetapkan.
Pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara. Pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar tidak akan secara otomatis membawa kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat. Sebagaimana pengalaman negara maju dan berkembang membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, namun selalu gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah sosial. Penduduk miskin merupakan kelompok yang sering tidak tersentuh oleh strategi pembangunan yang bertumpu pada mekanisme pasar.  Kelompok rentan ini, karena hambatan fisiknya (orang cacat), kulturalnya (suku terasing) maupun strukturalnya (penganggur), tidak mampu merespon secepat perubahan sosial di sekitarnya, sehingga terjatuh dalam proses pembangunan yang tidak adil. Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda.
Kemiskinan yang timbul dalam masyarakat, bukan semata-mata akibat dari faktor-faktor yang ada dalam dirinya sendiri, melainkan sebagai akibat dari eksploitasi. Kemiskinan dalam kelompok masyarakat ada hubungannya dengan kemakmuran yang terjadi pada kelompok elite dalam masyarakat. Kemakmuran pada golongan kecil masyarakat yang merupakan elite bukan hanya merupakan gejala ekonomi, melainkan juga gejala politik, bahkan juga merupakan gejala kultural.
Kemiskinan muncul karena kurangnya kesetiakawanan sosial, dan mereka tidak mendapatkan sumber kekayaan yang ada di masyarakat. Terdapat hubungan kausal antara kemiskinan dengan inequality dalam penguasaan atas berbagai sumberdaya, pendistribusian dan konsumsi dalam masyarakat. Persoalan mendasar yang dihadapi bukan sekedar bagaimana mengejar pertumbuhan ekonomi tetapi juga bagaimana melakukan redistribusi pendapatan dan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, dengan mengakomodasi masalah politik, sosial, dan budaya (Prayitno, 2009).
Dalam menyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
1.         Rehabilitasi sosial untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
2.         Jaminan sosial untuk menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi. Dan menghargai pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan atas jasa-jasanya.
3.         Pemberdayaan sosial untuk memberdayakan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Serta meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
4.         Perlindungan sosial untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
5.         Bantuan sosial agar seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami guncangan dan kerentanan sosial dapat tetap hidup secara wajar.

Perubahan sosial merupakan proses yang berlangsung dalam struktur, fungsi suatu sistem sosial, dan peranan institusi yang berlaku dalam suatu jangka waktu tertentu. Perubahan sosial yang berlangsung mengacu pada kemajuan masyarakat, dengan suatu pola tertentu. Atau dengan perkataan lain perubahan itu merupakan keadaan yang diinginkan, bersifat positif dan bermanfaat, ditimbulkan dan direncanakan.
Proses perubahan ini harus dimulai dengan motivasi yang kuat untuk menerima dan bersedia melakukan perubahan-perubahan, serta tujuan perubahan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelumnya. Perubahan berencana harus merupakan proses rasional yang mempunyai dasar ilmiah dan berlangsung dalam suasana yang demokratis. Oleh karena itu perubahan terencana harus didasarkan atas keputusan dan tindakan yang tepat serta menelaah secara seksama berbagai konsekuensinya.
Dengan demikian, model-model pembangunan tidak dapat dilepaskan dari sistem ekonomi. Pilihan terhadap model pembangunan berkaitan erat dengan sistem ekonomi yang dipilih. Pembagian sistem ekonomi yang dilakukan oleh David C. Korten sebagimana dikutip Prayitno (Prayitno, 2009), membedakan dua sistem ekonomi, yaitu: Cowboy Economic System dan Space-Ship Economic System (David C. Korten, 1990). Orientasi pembangunan ekonomi perlu diikuti oleh pembangunan sosial, yang diartikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan secara menyeluruh. Paling tidak hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan sosial tersebut adalah (a) social services, (b) social welfare services, dan (c) community development.
Mengutip asumsi yang dikemukakan Todaro (M. P. Todaro, 1989), bahwa terdapat tiga sasaran yang seharusnya dicapai dalam pembangunan sosial, yaitu :
1.         Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok.
2.         Meningkatkan taraf  hidup, yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu ataupun sebagai suatu bangsa.
3.         Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan negara lain tetapi juga terhadap kebodohan dan kesengsaraan manusia.
Esensi dari Pembangunan sosial merupakan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan Adi (Adi, 2002), mengutip Spicker (1995: h.3), menggambarkan sekurang-kurangnya dalam membangun kesejahteraan masyarakat mencakup lima bidang utama, yaitu bidang kesehatan, pendidikan, perumahan, jaminan sosial dan pekerjaan sosial. Sedangkan Zastrow (1996: h.4) menambahkan rekreasional sebagai salah satu unsur dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga jika digabungkan menjadi enam aspek yang terkait dalam pembangunan sosial, dengan kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi ideal yang akan dicoba untuk dicapai. Hal ini menandakan bahwa aspek dalam pembangunan sosial meliputi aspek yang cukup luas.
Pembangunan harus dipahami sebagai suatu proses berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional. Setiap negara menerapkan teori pembangunan yang berbeda dan dengan paradigma yang berbeda pula, baik itu didasarkan atas teori modernisasi ataupun teori depedensi.
Jika ditelaah lebih lanjut terlihat bahwa selama ini Indonesia menganut strategi pembangunan yang berorientasi pada strategi trikcle down effect yang pemerataan hasil pembangunan dilakukan dengan mempertinggi pertumbuhan ekonomi. (Suwarsono,1991). Fenomena yang terjadi dewasa ini memperlihatkan bahwa strategi tersebut tidak memperlihatkan hasilnya, karena pertumbuhan ekonomi yang dimotori oleh konglomerasi selalu membuat wadah baru bagi setiap tetesan yang diharapkan mengucur.

Berkaitan dengan hal tersebut, Prayitno mengkategorisasikan tiga strategi pembangunan yang perlu dipertimbangkan untuk dapat diimplementasikan (Prayitno, 2009), yaitu
1.         Strategi growth with equity. Strategi ini merupakan hasil perdebatan antara kelompok growth dan kelompok equity yang memperlihatkan kekecewaan akibat pembangunan yang terlalu GNP-oriented. Pertumbuhan ekonomi tidak memberi pemecahan mengenai masalah kemiskinan di negara-negara sedang berkembang, justru memperlebar jurang perbedaan antara kaya dan miskin.
2.         Strategi pembangunan, yang diarahkan pada perbaikan human factor, yaitu peningkatkan mutu sumberdaya manusia dipandang sebagai kunci bagi pembangunan yang dapat menjamin kemajuan ekonomi dan kestabilan sosial. Investasi diarahkan bukan saja untuk meningkatkan physical capital stocktetapi juga human capital stock dengan mengambil prioritas kepada usaha peningkatan mutu pendidikan, kesehatan dan gizi. Melalui perbaikan mutu sumberdaya manusia dapat ditumbuhkan inisiatif-inisiatif dan sikap kewiraswastaan, dan lapangan- lapangan kerja baru, dengan demikian produktivitas nasional akan meningkat.
3.         Strategi pembangunan berpusat pada rakyat. Strategi pembangunan ini merupakan strategi berorientasi pada manusianya (people centered development), yaitu proses yang memberikan atau memperluas pilihan bagi setiap orang.
Konsep utama dari pembangunan berpusat rakyat adalah suatu pendekatan pembangunan yang memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumberdaya pembangunan yang utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan. Kemunculan strategi ini adalah merupakan reaksi dari pola pembangunan konvensional yang dinilai terlalu berpusat pada produksi, sehingga kebutuhan sistem produksi mendapat tempat yang lebih utama daripada kebutuhan rakyat.
Dari ketiga aspek tersebut, pembangunan berkaitan erat dengan peningkatan kesejahteraan. Karena menakankan pada aspek keadilan, peningkatan mutu seumber daya manusia sebagai wujud investasi jangka panjang, dan pembangunan yang berpusat padamasyarakat, yang di dalamnya  terdapat proses pelibatan, partisipasi dan kepemilikan masyarakat dalam proses pembangunan yang outcome-nya adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

B.      Pemenuhan Kesejahteraan Masyarakat Sebagai Prinsip Dasar
Target-target pembangunan tersebut hanya mungkin tercapai apabila pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial dalam dilaksanakan secara sinergis dan berkesinambungan. Dalam pembangunan sosial, prinsip dasarnya adalah bahwa perwujudan keadilan sosial perlu diberi prioritas utama dalam usaha pembangunan masyarakat. Prinsip ini mengandung makna, bahwa kemanusiaan sebuah masyarakat dapat diukur dari perhatiannya kepada anggota masyarakatnya yang paling miskin, paling lemah, dan paling menderita. Dalam kaitan ini, terdapat tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu :
a.          Kesetiakawanan sosial.
b.         Kesenjangan sosial, ketimpangan sosial.
c.          Kemiskinan berkaitan dengan struktur-struktur ketergantungan.
Dalam kaitan ini, implikasinya adalah perlunya jaminan tentang:
1.         Persamaan dalam menikmati hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya; negara dapat melakukan batasan-batasan terhadap pelasanaan hak ini melalui pengaturan dalam undang-undang sejauh tidak bertentangan dengan hakekatnya dan sematamata demi tujuan memajukan kesejahteraan umum dalam masyarakat demokratis.
2.         Mengakui hak untuk bekerja, mendapatkan nafkah yang layak dari pekerjaan itu yang melakukan pekerjaan yang secara bebas dipilih, melakukan perlindungan terhadapnya.
3.         Negara menyelenggarakan dan menjamin hak setiap orang atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial.
4.         Memberikan jaminan kepada setiap orang atas standar penghidupan yang layak, bebas dari kelaparan, dan menikmati standar hidup yang memadai yang dapat dicapai untuk kesehatan jasmani dan rohani.

Jaminan terhadap pelaksanaan terhadap prinsip dasar tersebut, perlu dioperasionalkan dalam konstitusi yang memberikan jaminan terhadap :
a.          Pemenuhan hak atas pekerjaan
Pekerjaan merupakan hak dasar manusia yang keberadaannya tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Tanpa memiliki pekerjaan, seseorang mustahil dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Oleh karena itu, maka jaminan akan terpenuhinya hak-hak tersebut menjadi kewajiban yang harus diwujudkan oleh negara.
Secara sistematis fungsi penting pekerjaan bagi kehidupan seseorang, dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
1.         Fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Fungsi ini terkait dengan tingkat upah yang diterima oleh seorang pekerja. Itu berarti, terpenuhinya hak atas pekerjaan seseorang secara tidak langsung memberi jaminan kesejahteraan kehidupan bagi orang yang bersangkutan. Dengan terpenuhinya hak atas pekerjaan yang layak, maka akan ada jaminan, bahwa seseorang memiliki tingkat pendapatan yang layak sebagai balas jasa dari pekerjaan yang dimilikinya itu.
2.         Fungsi status, yaitu seseorang yang memiliki pekerjaan akan mempunyai status sosial yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak atau belum memiliki pekerjaan. Orang menganggap pekerjaan begitu penting, sehingga untuk mendapatkannya orang rela berbuat apa saja.

b.         Pemenuhan hak atas pangan
Hak atas pangan dapat ditafsirkan sebagai right not to be hungry, yaitu hak bagi setiap orang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat, wilayah atau suatu negara untuk mendapatkan kecukupan makanan yang dibutuhkan bagi keperluan menjalankan aktivitas hidupnya seperti bekerja dalam batas-batas yang masih memenuhi ukuran kesehatan. Kondisi dimana hak atas pangan tidak terpenuhi dalam wilayah tersebut tidak tersedia jumlah makanan yang dapat mencukupi kebutuhan seluruh masyarakat setempat.
Hal ini disebabkan karena ketersediaan pangan tidak juga mencerminkan adanya kepastian bahwa setiap individu dalam masyarakat memiliki kemampuan atau kontrol terhadap pangan untuk kepentingannya. Oleh karena itu di samping ketersediaan pangan, faktor kepemilikan atau entitlement juga merupakan kunci bagi seseorang atau sekelompok orang dalam memiliki akses terhadap pangan.

c.          Pemenuhan hak atas kesehatan
Kesehatan adalah suatu kondisi sehat fisik, mental, dan sosial seseorang, atau masyarakat dikatakan sehat bukan hanya tidak ada penyakit atau kelemahan pada dirinya, tetapi dikatakan sehat apabila terjamin hubungan yang sehat antara seseorang dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Pada dataran ini kesehatan mempunyai makna atau arti penting sebagai salah satu hak dasar manusia. Tanpa kesehatan seseorang akan kesulitan untuk mencapai kualitas hidup yang dicita-citakan.
Di lain pihak, adanya jaminan hak atas kesehatan tersebut juga melekat kebebasan untuk memilih dan memutuskan sendiri kualitas hidup yang diinginkan. Dalam pandangan ini kesehatan mempunyai makna dan bernilai ekonomi. Artinya, apabila seseorang dalam kondisi sakit, maka kesempatan untuk melakukan aktivitas produktif menjadi terhambat, yang pada akhirnya kesempatan meningkatkan kesejahteraan juga terganggu.
Masyarakat menghadapi masalah dalam hal kesehatan, yaitu tidak meratanya akses masyarakat pada pelayanan kesehatan untuk mengatasi faktor kesakitan. Ini terjadi selain karena faktor ketidakmampuan masyarakat miskin untuk mengakses pelayanan tersebut, juga disebabkan karena faktor pelayanan kesehatan yang sudah menjadi komoditas ekonomi, sehingga lebih mengedepankan prinsip those who use them most, pay the highest total price. Kondisi ini semakin menjauhkan akses si miskin terhadap pelayanan kesehatan.
Ketidakmampuan masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan lebih merupakan masalah yang diciptakan, baik oleh negara atau pemilik kapital, dalam bentuk pengelolaan pelayanan kesehatan yang memang didisain diskriminatif, yang hanya menguntungkan kelompok kaya dan merugikan kelompok miskin. Dalam kaitan ini, kelembagaan merupakan faktor penyebab mengapa akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan menjadi rendah kalaupun dapat dikatakan tidak ada.
Oleh karena itu, implikasi kebijaksanaan yang dibutuhkan agar terjadi pemerataan akses terhadap pelayanan kesehatan adalah perlunya pemikiran redistribusi sumber-sumber ekonomi dan adanya sistem pengelolaan yang lebih adil. Dalam konteks ini, redistribusi tersebut tidak hanya ditujukan pada kelompok yang tidak mampu saja, tetapi juga dilakukan pada lembaga-lembaga yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Tujuannya agar pusat-pusat pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan kelompok miskin dapat memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif.

d.         Hak atas kepemilikan
Kemungkinan untuk mempunyai harta kepemilikan, merupakan suatu dasar bagi setiap orang untuk menunjukkan kualitas dari kehidupannya. Meski tidak berlaku bagi semua orang, kepemilikan komoditas ekonomi yang semakin besar akan memperbaiki kualitas hidupnya dengan semakin banyak kebutuhan hidup yang dapat tercukupi. Selain itu dalam kepemilikan juga secara otomatis melekat kebebasan untuk memutuskan sendiri hak-hak ekonomi atas kepemilikan tersebut.
Fungsi dasar atas kepemilikan adalah :
1.         Meningkatkan kesejahteraan, keamanan, kebebasan, dan kemandirian. Fungsi ini melekat pada kepemilikan atas suatu komoditas ekonomi karena komoditas tersebut akan membentuk suatu kekayaan perekonomian dan menghasilkan pendapatan bagi pemiliknya. Dengan demikian, maka pada saat yang sama kepemilikan akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kemandirian ekonomi pemiliknya.
2.         Sebagai dorongan untuk mempertahankan nilai dan meningkatkan efisiensi atas sumber-sumber ekonomi. Oleh karena itu, dengan adanya kepentingan pemilik harta untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai harta bendanya, maka kondisi tersebut bisa mendorong pemilik harta tersebut memperlakukan harta bendanya sendiri secara berhati-hati. Pilihan-pilihan perlakuan atas harta benda yang dimiliki, akan seoptimal mungkin diupayakan untuk memperoleh pendapatan. Dengan demikian maka efisiensi ekonomi akan tercapai karena didukung oleh keputusan-keputusan agregat dalam mempertahankan dan meningkatkan nilai harta benda tadi.
3.         Fungsi pengaruh, yaitu dengan melekatnya kebebasan dalam kepemilikan harta tersebut, maka secara otomatis melekat pula kekuatan untuk mempengaruhi tatanan dalam masyarakat. Ironisnya, seiring dengan semakin kompleksnya motif-motif yang muncul dalam sebuah tatanan sosial masyarakat, fungsi pengaruh dari kepemilikan ini menjadi semakin luas bidang pengaruhnya hingga ke berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti politik, penyelenggaraan negara, budaya, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Pada gilirannya seluruh tatanan formal ekonomi yang terbentuk berada dalam pengaruh dan dominasi individu-individu yang memiliki kapital.

e.          Pemenuhan hak atas pendidikan 
Pendidikan yang berkualitas hendaknya diarahkan pada perkembangan sepenuhnya atas kepribadian dan martabat manusia. Pendidikan akan memperkuat penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan yang hakiki, yang memungkinkan setiap orang untuk berpartisipasi efektif dalam masyarakat yang bebas, yang akan mampu meningkatkan pengertian, toleransi, dan persahabatan di antara warga negara.
Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia bebas untuk semua orang karena merupakan hak dasar manusia yang keberadaannya tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap orang (semua lapisan masyarakat) berhak mendapatkan paling tidak pendidikan dasar yang akan membantu mereka keluar dari ketidakmampuan membaca dan menulis. Jika dimungkinkan, pendidikan (bukan pengajaran) dimulai dengan sistem pendidikan tentang kebahasaan: didukung oleh beragam pendidikan non-formal yang tidak harus dilakukan di kelas, dan terus diupayakan untuk mencapai tingkat pembelajaran yang lebih tinggi. Dengan modal inilah diharapkan masing-masing individu mampu mengembangkan dirinya.
Pendidikan dasar ini diharapkan dapat membantu pembentukan motivasi untuk pembelajaran seumur hidup. Setiap orang akan dengan sadar berusaha memperbaiki kualitas pendidikan. Jika hal ini terjadi, setiap orang akan selain memperoleh pengetahuan yang bermanfaat, mereka juga akan memiliki kemampuan berpikir, keterampilan, dan nilai etika dan sosial yang dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin guna terpenuhinya hak-hak yang lain.
Pendidikan lanjutan dalam bentuk-bentuk yang berbeda, termasuk pendidikan menengah teknis dan kejuruan harus tersedia secara umum dan mudah didapat untuk semua orang dan sarana yang sesuai, dapat diikuti semua orang dan sarana yang sesuai, dan khususnya dengan pengenalan yang lebih maju tentang pendidikan yang bebas.
Pengembangan kebijakan pendidikan dengan tidak melepaskan diri dari dunia usaha akan lebih mengangkat pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan merupakan unsur penting dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan pemecahan akan masalah pengangguran. Teknologi yang terus berkembang akan meninggalkan mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan tidak akan melepaskan diri dari perkembangan teknologi.


BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.      Kesejahteraan sosial yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan.
2.      Kegiatan untuk menyelenggarakan kesejahtaraan sosial yaitu : rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, bantuan sosial.
3.      Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan kesejahteraan sosial yaitu : kesetiakawanan sosial, kesenjangan sosial, ketimpangan sosial dan, kemiskinan berkaitan dengan struktur-struktur ketergantungan.

B.      Saran
1.      Pemenuhan taraf  kesejahteraan sosial perlu terus diupayakan mengingat sebagian besar rakyat Indonesia masih belum mencapai taraf kesejahteraan sosial yang diinginkannya.
2.      Perlu diluaskannya pembukaan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dalam masyarakat seperti didirikannya balai pelatihan untuk masyarakat yang menganggur.

Perencanaan Pengajaran Ekonomi (Materi Bahan Ajar)

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Berlandaskan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional, berkewajiban menetapkan berbagai peraturan tentang  standar penyelenggaraan pendidikan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Standar Nasional pendidikan yang dimaksud meliputi: (1) standar isi, (2) standar kompetensi lulusan, (3) standar proses, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.
Dalam pencapaian standar isi (SI) yang memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh peserta didik setelah melalui pembelajaran dalam jenjang dan waktu tertentu, sehingga pada gilirannya mencapai standar kompetensi lulusan (SKL) setelah menyelesaikan pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu secara tuntas. Agar peserta didik dapat mencapai SK, KD, maupun SKL secara optimal, perlu didukung oleh berbagai standar lainnya dalam sebuah sistem yang utuh, salah satu standar tersebut adalah standar proses.
Kita mengenal rencana pembangunan, perencanaan pendidikan, perencanaan suatu produksi pabrik dalam bentuk target-target produksi. Definisi pada umumnya merupakan suatu pintu gerbang untuk  memasuk pengertian-pengertian yang ada kaitannya dengan istilah yang dipakai dalam hal perencanaan. Kaufman mengatakan: perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan abash dan bernilai. Dengan demikian, perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang akan dilakukan.

B.     Tujuan
Secara umum materi pengajaran bertujuan untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk  berlatih menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah diperoleh melalui bidang studi kedalam pengelolaan kegiatan pembelajaran.
1.       Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik.
2.       Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
3.       Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

C.      Manfaat
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.
Adapun manfaat penyusunan bahan ajar tersebut yaitu:
1.      Manfaat bagi Guru :
a.       Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik.
b.       Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh.
c.       Memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi.
d.       Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar.
e.       Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya.
f.        Menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.

2.      Manfaat bagi Peserta Didik :
a.       Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
b.       Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru.
c.       Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
1.      Standar Kompetensi
Merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
2.      Kompetensi Dasar
Merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
3.      Indikator Pencapaian Kompetensi
Merupakan perilaku yang dapat diukur atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
4.      Materi Ajar
Memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
5.      Alokasi Waktu
Diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar, dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan (contoh: 2 x 45 menit). Karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam  satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada  kompetensi dasarnya.

B.     Materi Pelajaran
Bahan ajar adalah segaja bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikelas. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Sebelum melaksanakan pemilihan bahan ajar, terlebih dahulu perlu diketahui kriteria pemilihan bahan ajar. Kriteria pokok pemilihan bahan ajar atau materi pembelajaran adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini berarti bahwa materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru di satu pihak dan harus dipelajari siswa di lain pihak hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dengan kata lain, pemilihan bahan ajar haruslah mengacu atau merujuk pada standar kompetensi. Setelah diketahui kriteria pemilihan bahan ajar, sampailah kita pada langkah-langkah pemilihan bahan ajar.
Langkah-langkah pemilihan bahan ajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi Aspek-Aspek yang terdapat dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari atau dikuasai siswa. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Setiap aspek standar kompetensi tersebut memerlukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang berbeda-beda untuk membantu pencapaiannya.

2.      Identifikasi Jenis-Jenis Materi Pembelajaran
Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
a.       Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
1)     Fakta adalah sesuatu yang telah terjadi atau yang telah dikerjakan/dialami, dapat berupa hal, objek, atau keadaan.
2)     Konsep adalah suatu ide atau gagasan yang umum, misalnya sumber daya alam yang dapat diperbarui.
Contoh : Seorang guru menunjukkan beberapa tumbuh-tumbuhan kemudian siswa diminta untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan mana yang termasuk tumbuhan berakar serabut dan mana yang berakar tunggang.
3)     Prinsip adalah suatu kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir atau merupakan suatu petunjuk untuk berbuat/melaksanakan sesuatu.
Contoh :  Hubungan hubungan antara penawaran dan permintaan suatu barang dalam lalu lintas ekonomi. Jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga akan naik. Cara menghitung luas persegi panjang. Rumus luas persegi panjang adalah panjang dikalikan lebar.
4)     Prosedur adalah serangkaian perubahan, garakan-garakan perkembangan. Suatu proses dapat terjadi secara sadar dan tidak sadar.
Contoh :   Langkah-langkah mengatasi permasalahan dalam mewujudkan masyarakat demokrasi, cara membuat magnit buatan, cara membuat sabun mandi, cara membaca sanjak, cara mengoperasikan komputer, dsb.
b.       Materi pembelajaran aspek afektif meliputi: pemberian respon, penerimaan (apresisasi), internalisasi, dan penilaian.
Contoh : Ali memilih mentaati rambu-rambu lalulintas meskpipun terlambat masuk sekolah setelah di sekolah diajarkan pentingnya mentaati peraturan lalulintas.
c.       Materi pembelajaran aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi rutin, dan rutin.
Contoh : Dalam pelajaran lompat tinggi, siswa diharapkan mampu melompati mistar 125 centimeter. Materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah teknik lompat tinggi.

3. Memilih Jenis Materi yang Sesuai dengan Standar Kompetensi dan  Kompetensi Dasar                      Pilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan. Perhatikan pula jumlah atau ruang lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah siswa dalam mencapai standar kompetensi. Berpijak dari aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diidentifikasi. Materi yang akan diajarkan  perlu diidentifikasi  apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan lebih daripada  satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya.
Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi, langkah berikutnya adalah memilih jenis materi tersebut yang sesuai dengan standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran atau metode, media, dan sistem evaluasi/penilaian  yang berbeda-beda. Misalnya metode mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah dengan menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode untuk mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”. Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan diajarkan adalah dengan jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi yang harus kita ajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap, atau psikomotorik.
                                                                                                                                                      
3.      Memilih Sumber Bahan Ajar
Setelah jenis materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber bahan ajar. Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet, media audiovisual, dsb.


Contoh :Rincian Bahan Pelajaran
BAHAN PENGAJARAN IPS/EKONOMI
KELAS X/SEMESTER 1

KOMPETENSI DASAR
INDIKATOR
MATERI POKOK
1.1 Kemampuan mensintesis
antara kelangkaan, biaya peluang dan
pilihan dalam hubungannya dengan
Mengalokasikan sumber daya dan
barang
·      Mendeskripsikan pengertian kelangkaan.
·      Membedakan pengertian biaya sehari-hari
dengan biaya peluang.
·      Mengidentifikasi pengalokasian sumber daya yang mendatangkan manfaat bagi
rakyat banyak.
·      Bersikap rasional dalam menyikapi berbagai
Pilihan.
Kelangkaan, Biaya
Peluang,Pilihan dan
Pengalokasian Sumber
Daya dan Barang
1.2 Kemampuan menganalisis permasalahan ekonomi dan pemecahannya berdasarkan system ekonomi yang berlaku
·      Mengdentifikasi barang apa, bagaimana cara memproduksi dan untuk siapa barang diproduksi.
·      Mengidentifikasi system ekonomi yang ada dan cara memecahkan masalah ekonomi.
·      Mendeskripsikan peran pelaku ekonomi.
·      Membuat model diagram interaksi pelaku ekonomi.
Permasalah Ekonomi
1.3 Kemampuan menganalisis permintaan, penawaran dan harga keseimbangan
·      Menginterprestasikan hukum permintaan dan penawaran.
·      Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran.
·      Menerapkan fungsi permintaan dan penawaran serta menggambarkan grafiknya.
·      Mendeskripsikan pengertian elastisitas dan macam-macam elastisitas.
·      Menghitung elastisitas permintaan dan penawaran dengan menggunakan tabel, grafik dan metematis.
·      Memberi contoh penggunaan konsep elastisitas dalam kehidupan sehari-hari.
·      Mendeskripsikan proses terbentuknya harga dan output keseimbangan dan menggambarkan grafiknya.
·      Menghitung harga dan output dalam keadaan keseimbangan.
Permintaan, Penawaran, dan Harga Keseimbangan