BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan negara mempunyai
tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Untuk mencapai kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk
memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan
sosial, negara meyelenggarakan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial
secara terencana, terarah dan berkelanjutan, dalam bentuk progaram pembangunan.
Meski
reformasi telah berjalan sepuluh tahun, kebijakan pembangunan nasional selama
ini masih ditengarai kurang memberikan perhatian yang memadai pada kesenjangan
yang menimbulkan beberapa ekses negatif terhadap pembangunan, seperti
menumpuknya kegiatan ekonomi di daerah tertentu saja, melebarnya kesenjangan
pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan, meningkatnya kesenjangan
pendapatan perkapita, masih banyaknya daerah-daerah miskin, tingginya angka
pengangguran, serta rendahnya produktivitas.
Berbagai
ekses negatif tersebut, secara bersama-sama membentuk sebuah isu permasalahan
yang sentral bagi pembangunan, yaitu bahwa pembangunan ekonomi nasional selama
ini ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas, yang
ditandai oleh tingginya ketimpangan dan kemiskinan. Pembangunan ekonomi jelas
sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu Negara. Pembangunan ekonomi yang
sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar tidak akan secara otomatis membawa
kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Pengalaman
negara maju dan berkembang membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, ia selalu
gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah sosial.
Penduduk miskin adalah kelompok yang sering tidak tersentuh oleh strategi
pembangunan yang bertumpu pada mekanisme pasar. Kelompok rentan ini, karena
hambatan fisiknya (orang cacat), kulturalnya (suku terasing) maupun
strukturalnya (penganggur), tidak mampu merespon secepat perubahan sosial di
sekitarnya, sehingga terjatuh dalam proses pembangunan yang tidak adil.
Walaupun secara bertahap berkurang, jumlah penduduk miskin saat ini masih cukup
tinggi, baik di kawasan perdesaan maupun di perkotaan, sehingga kemiskinan
masih menjadi perhatian penting dalam pembangunan yang akan datang. Luasnya
wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah
kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang
kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda.
Indonesia
diperkirakan masih akan menghadapi tekanan jumlah penduduk yang makin besar.
Jumlah penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 219,9 juta orang diperkirakan
meningkat mencapai sekitar 274 juta orang pada tahun 2025.[3] Angkatan kerja
diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat jumlahnya dari kondisi saat ini.
Dengan komposisi pendidikan angkatan kerja yang pada tahun 2004 sekitar 50
persen berpendidikan setingkat SD, dalam 20 tahun ke depan komposisi pendidikan
angkatan kerja diperkirakan akan didominasi oleh angkatan kerja yang
berpendidikan setingkat SMP sampai dengan SMU. Dengan demikian, kapasitas
perekonomian pada masa depan dituntut untuk mampu tumbuh dan berkembang agar
mampu menyediakan tambahan lapangan kerja yang layak.
Pembangunan
sosial dapat didefinisikan sebagai strategi kolektif dan terencana guna
meningkatkan kualitas hidup manusia melalui seperangkat kebijakan sosial yang
mencakup sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, ketenagakerjaan, jaminan
sosial dan penanggulangan kemiskinan. Istilah pembangunan sosial (social
development) sering dipertukarkan dengan pembangunan manusia (human
development) dan pembangunan kesejahteraan sosial (social welfare development).
Secara konseptual, ketiganya sesungguhnya memiliki arena dan konsentrasi yang
relatif berbeda, meskipun bersinggungan.
Bila
pembangunan sosial lebih berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia
dalam arti luas, maka pembangunan manusia memfokuskan perhatiannya pada
peningkatan modal manusia (human capital) yang diukur melalui dua indikator
utama; pendidikan (misalnya angka melek huruf) dan kesehatan (misalnya angka
harapan hidup). Sementara itu, pembangunan kesejahteraan sosial lebih
berorientasi pada peningkatan modal sosial (social capital) yang dapat dilihat
dari indikator keberfungsian sosial (social functioning) yang mencakup
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, melaksanakan peran sosial serta menghadapi
goncangan dan tekanan kehidupan. Meskipun sasaran pelayanan pembangunan
kesejahteraan sosial mencakup individu dan masyarakat dari berbagai kelas
sosial ekonomi, namun sasaran utama pelayanan pembangunan sosial pada umumnya
adalah mereka yang tergolong kelompok-kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups)
yang di Indonesia dikenal dengan nama Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial
(PPKS).
Krisis
multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia sejak tahun 1998 tidak hanya
menyangkut aspek ekonomi dan politik, tetapi juga merambat kepada aspek
pembangunan sosial, khususnya pembangunan Kesejahteraan Sosial. Ternyata,
kondisi sosial ekonomi dan politik bangsa Indonesia sangat rapuh dan rentan
terhadap terpaan arus globalisasi. Hal itu menuntut semua komponen bangsa untuk
mengkaji ulang paradigma pembangunan dan tidak terkecuali paradigma pembangunan
Kesejahteraan Sosial.
Kesejahteraan
sosial seringkali menyentuh, berkaitan, atau bahkan, selintas,
bertumpang-tindih (overlapping) dengan bidang lain yang umumnya dikategorikan
sebagai bidang sosial, misalnya kesehatan, pendidikan, perumahan. Kesejahteraan
menunjuk pada pemberian pelayanan sosial yang dilakukan oleh Negara atau
jenis-jenistunjangan tertentu, khususnya jaminan sosial yang ditujukan bagi
orang miskin. Menurut Howard Jones(1990), tujuan utama kesejahteraan sosial,
yang pertama dan utama, adalah penanggulangan kemiskinan dalam berbagai
manifestasinya. “The achievement of social welfare means, first and foremost,
the alleviation of poverty in its many manifestations” (Jones, 1990:281). Makna
“kemiskinan dalam berbagai manifestasinya” menekankan bahwa masalah kemiskinan
disini tidak hanya menunjuk pada “kemiskinan fisik”, seperti rendahnya
pendapatan (income poverty) atau rumah tidak layak huni, melainkan pula
mencakup berbagai bentuk masalah sosial lain yang terkait dengannya, seperti
anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia, pelacuran, pengemis, pekerja
migran, termasuk didalamnya menyangkut masalah kebodohan, keterbelakangan,
serta kapasitas dan efektifitas lembaga-lembaga pelayanan sosial pemerintah dan
swasta (LSM, Orsos, institusi lokal) yang terlibat dalam penanggulangan
kemiskinan.
Pembangunan
ekonomi nasional selama ini ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan
rakyat secara luas yang ditandai oleh tingginya ketimpangan dan kemiskinan.
Pembangunan ekonomi sangat diperlukan bagi pembangunan sosial. Namun demikian,
hubungan antara keduanya tidak selalu bersifat otomatis. Pembangunan ekonomi
baru bermakna jika dapat dialokasikan dengan baik bagi kepentingan pembangunan
sosial. Berbagai studi telah cukup meyakinkan bahwa secara teoritis maupun
empiris, keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai tingkat standar hidup yang
baik sangat ditentukan oleh strategi pembangunan di negara tersebut yang
memadukan pembangunan ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, penulis mengemukakan
bahwa orientasi pembangunan ekonomi perlu diikuti oleh pembangunan sosial, yang
diartikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan secara
menyeluruh.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial ?
2. Bagaimana
cara mencapai kesejahtaraan sosial dalam masyarakat ?
3. Mengapa
dalam pembangunan sosial prinsip dasar merupakan perwujudan keadilan sosial yang
perlu diberi prioritas utama dalam usaha pembangunan masyarakat ?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui apa yang seharusnya dicapai dalam pembangunan sosial.
2. Untuk
mengetahui apa pengertian dari kesejahteraan sosial.
3. Untuk
Mengetahui kegiatan apa saja yang diselenggarakan dalam mewujudkan
kesejahteraan sosial.
BAB
II
DASAR
TEORI
A.
Pengertian
Pembangunan
Ada
beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :
1. Siagian
(1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu
bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa
(nation building)”.
2. Ginanjar
Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai
“suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan
secara terencana”.
3. (Alexander
1994) member pengertian Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang
mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur,
pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya.
4. Portes
(1976) mendefenisikan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan
budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan masyarakat.
5. Deddy
T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan
strategi menuju arah yang diinginkan.
B.
Pengertian
Kesejahteraan Sosial
Di
bawah ini ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut beberapa ahli :
1. Secara
umum (Edi Suharto) kesejahteraan sosial yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala
bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan,
pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan.
2. Menurut
UU No.6 Thn 1974 yaitu suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material
maupun spritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman
lahir dan batin, yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang
sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.
3. Menurut
PBB, kesejahetaran sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dalam tujuan
membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan
sosial mereka.
4. Arthur
Dunham, mengemukakan kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang usaha manusia,
dimana di dalamnya terdapat berbagai macam badan atau usaha sosial yang
tujuannya meningkatkan kesejahteraan dari segia sosial pada bidang-bidang
kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang,
standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial.
C.
Pengertian
Kemiskinan
1. Kemiskinan
menurut Soerjono Soekanto, (1982, Sosiologi: suatu Pengantar, Rajawali Press)
"kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memlihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak
mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut."
2. Amartya
Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001, The Health and Poverty of
Nations: From Theory to Practice, School of Public Health, Harvard University,
Boston and Dept. of Economics, Queens University, Belfast) mengatakan bahwa
seseorang dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation"
dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang substantif.
Menurut Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini memiliki dua sisi:
kesempatan dan rasa aman. Kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan
membutuhkan kesehatan.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Pembangunan
untuk meningkatkan kesejahteraan
Menurut Prayitno dalam
buku Tantangan Pembangunan di Indonesia mengemukakan bahwa, pembangunan ekonomi
nasional selama ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas,
yang ditandai oleh tingginya ketimpangan dan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, muncul sebagai fenomena yang bukan tanpa masalah, karena
keberhasilan pembangunan sering diukur dalam istilah teknis ekonomi dengan
Produk Nasional Bruto (PNB atau GNP) dan Produk Domestik Bruto (PDB atau GDP),
maka kekayaan keseluruhan yang dimiliki suatu negara tidak berarti bahwa
kekayaan itu merata dimiliki oleh semua penduduknya (Prayitno, 2009). Dalam
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak tertutup kemungkinan adanya sebagian
kecil orang di dalam negara yang memiliki kekayaan berlimpah, sedangkan
sebagian lain hidup dalam kemiskinan. Sehingga, sering memunculkan ironi di
negara-negara yang PNB perkapitanya tinggi, namun banyak kemiskinan dimana
mana. Tingginya GNP ternyata belum menjamin terwujudnya suatu kesejahteraan
rakyat, karena hasilnya tidak selalu diterima secara merata, akibat dari
prioritas pembangunan yang ditetapkan.
Pembangunan ekonomi
jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara. Pembangunan ekonomi
yang sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar tidak akan secara otomatis
membawa kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat. Sebagaimana pengalaman
negara maju dan berkembang membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, namun
selalu gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah sosial.
Penduduk miskin merupakan kelompok yang sering tidak tersentuh oleh strategi
pembangunan yang bertumpu pada mekanisme pasar.
Kelompok rentan ini, karena hambatan fisiknya (orang cacat), kulturalnya
(suku terasing) maupun strukturalnya (penganggur), tidak mampu merespon secepat
perubahan sosial di sekitarnya, sehingga terjatuh dalam proses pembangunan yang
tidak adil. Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat
menyebabkan masalah kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan
sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda.
Kemiskinan yang timbul
dalam masyarakat, bukan semata-mata akibat dari faktor-faktor yang ada dalam
dirinya sendiri, melainkan sebagai akibat dari eksploitasi. Kemiskinan dalam
kelompok masyarakat ada hubungannya dengan kemakmuran yang terjadi pada
kelompok elite dalam masyarakat. Kemakmuran pada golongan kecil masyarakat yang
merupakan elite bukan hanya merupakan gejala ekonomi, melainkan juga gejala
politik, bahkan juga merupakan gejala kultural.
Kemiskinan muncul
karena kurangnya kesetiakawanan sosial, dan mereka tidak mendapatkan sumber
kekayaan yang ada di masyarakat. Terdapat hubungan kausal antara kemiskinan
dengan inequality dalam penguasaan atas berbagai sumberdaya, pendistribusian
dan konsumsi dalam masyarakat. Persoalan mendasar yang dihadapi bukan sekedar
bagaimana mengejar pertumbuhan ekonomi tetapi juga bagaimana melakukan
redistribusi pendapatan dan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, dengan mengakomodasi masalah politik, sosial, dan budaya
(Prayitno, 2009).
Dalam menyelenggaraan kesejahteraan
sosial meliputi:
1.
Rehabilitasi sosial untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
2.
Jaminan sosial untuk menjamin fakir
miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat
fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang
mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya
terpenuhi. Dan menghargai pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan
atas jasa-jasanya.
3.
Pemberdayaan sosial untuk memberdayakan
seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah
kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Serta
meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan
sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
4.
Perlindungan sosial untuk mencegah dan
menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga,
kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai
dengan kebutuhan dasar minimal.
5.
Bantuan sosial agar seseorang, keluarga,
kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami guncangan dan kerentanan sosial
dapat tetap hidup secara wajar.
Perubahan sosial
merupakan proses yang berlangsung dalam struktur, fungsi suatu sistem sosial,
dan peranan institusi yang berlaku dalam suatu jangka waktu tertentu. Perubahan
sosial yang berlangsung mengacu pada kemajuan masyarakat, dengan suatu pola
tertentu. Atau dengan perkataan lain perubahan itu merupakan keadaan yang
diinginkan, bersifat positif dan bermanfaat, ditimbulkan dan direncanakan.
Proses perubahan ini
harus dimulai dengan motivasi yang kuat untuk menerima dan bersedia melakukan
perubahan-perubahan, serta tujuan perubahan harus ditetapkan terlebih dahulu
sebelumnya. Perubahan berencana harus merupakan proses rasional yang mempunyai
dasar ilmiah dan berlangsung dalam suasana yang demokratis. Oleh karena itu
perubahan terencana harus didasarkan atas keputusan dan tindakan yang tepat
serta menelaah secara seksama berbagai konsekuensinya.
Dengan demikian,
model-model pembangunan tidak dapat dilepaskan dari sistem ekonomi. Pilihan
terhadap model pembangunan berkaitan erat dengan sistem ekonomi yang dipilih.
Pembagian sistem ekonomi yang dilakukan oleh David C. Korten sebagimana dikutip
Prayitno (Prayitno, 2009), membedakan dua sistem ekonomi, yaitu: Cowboy
Economic System dan Space-Ship Economic System (David C. Korten, 1990).
Orientasi pembangunan ekonomi perlu diikuti oleh pembangunan sosial, yang
diartikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan secara
menyeluruh. Paling tidak hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan sosial
tersebut adalah (a) social services, (b) social welfare services, dan (c)
community development.
Mengutip asumsi yang
dikemukakan Todaro (M. P. Todaro, 1989), bahwa terdapat tiga sasaran yang seharusnya
dicapai dalam pembangunan sosial, yaitu :
1.
Meningkatkan ketersediaan dan memperluas
distribusi barang-barang kebutuhan pokok.
2.
Meningkatkan taraf hidup, yaitu selain meningkatkan pendapatan,
memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian
yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, yang
keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga
menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu ataupun sebagai suatu bangsa.
3.
Memperluas pilihan ekonomi dan sosial
yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka
dari perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan
negara lain tetapi juga terhadap kebodohan dan kesengsaraan manusia.
Esensi dari Pembangunan
sosial merupakan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan
Adi (Adi, 2002), mengutip Spicker (1995: h.3), menggambarkan sekurang-kurangnya
dalam membangun kesejahteraan masyarakat mencakup lima bidang utama, yaitu
bidang kesehatan, pendidikan, perumahan, jaminan sosial dan pekerjaan sosial.
Sedangkan Zastrow (1996: h.4) menambahkan rekreasional sebagai salah satu unsur
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga jika digabungkan menjadi
enam aspek yang terkait dalam pembangunan sosial, dengan kesejahteraan sosial
sebagai suatu kondisi ideal yang akan dicoba untuk dicapai. Hal ini menandakan
bahwa aspek dalam pembangunan sosial meliputi aspek yang cukup luas.
Pembangunan harus
dipahami sebagai suatu proses berdimensi jamak yang melibatkan
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan
kelembagaan nasional. Setiap negara menerapkan teori pembangunan yang berbeda
dan dengan paradigma yang berbeda pula, baik itu didasarkan atas teori
modernisasi ataupun teori depedensi.
Jika ditelaah lebih
lanjut terlihat bahwa selama ini Indonesia menganut strategi pembangunan yang
berorientasi pada strategi trikcle down effect yang pemerataan hasil
pembangunan dilakukan dengan mempertinggi pertumbuhan ekonomi.
(Suwarsono,1991). Fenomena yang terjadi dewasa ini memperlihatkan bahwa
strategi tersebut tidak memperlihatkan hasilnya, karena pertumbuhan ekonomi yang
dimotori oleh konglomerasi selalu membuat wadah baru bagi setiap tetesan yang
diharapkan mengucur.
Berkaitan dengan hal
tersebut, Prayitno mengkategorisasikan tiga strategi pembangunan yang perlu
dipertimbangkan untuk dapat diimplementasikan (Prayitno, 2009), yaitu
1.
Strategi growth with equity. Strategi
ini merupakan hasil perdebatan antara kelompok growth dan kelompok equity yang
memperlihatkan kekecewaan akibat pembangunan yang terlalu GNP-oriented.
Pertumbuhan ekonomi tidak memberi pemecahan mengenai masalah kemiskinan di
negara-negara sedang berkembang, justru memperlebar jurang perbedaan antara
kaya dan miskin.
2.
Strategi pembangunan, yang diarahkan
pada perbaikan human factor, yaitu peningkatkan mutu sumberdaya manusia
dipandang sebagai kunci bagi pembangunan yang dapat menjamin kemajuan ekonomi
dan kestabilan sosial. Investasi diarahkan bukan saja untuk meningkatkan
physical capital stocktetapi juga human capital stock dengan mengambil
prioritas kepada usaha peningkatan mutu pendidikan, kesehatan dan gizi. Melalui
perbaikan mutu sumberdaya manusia dapat ditumbuhkan inisiatif-inisiatif dan
sikap kewiraswastaan, dan lapangan- lapangan kerja baru, dengan demikian
produktivitas nasional akan meningkat.
3.
Strategi pembangunan berpusat pada
rakyat. Strategi pembangunan ini merupakan strategi berorientasi pada
manusianya (people centered development), yaitu proses yang memberikan atau
memperluas pilihan bagi setiap orang.
Konsep utama dari
pembangunan berpusat rakyat adalah suatu pendekatan pembangunan yang memandang
inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumberdaya pembangunan yang utama dan
memandang kesejahteraan material dan spiritual sebagai tujuan yang ingin
dicapai oleh proses pembangunan. Kemunculan strategi ini adalah merupakan
reaksi dari pola pembangunan konvensional yang dinilai terlalu berpusat pada
produksi, sehingga kebutuhan sistem produksi mendapat tempat yang lebih utama
daripada kebutuhan rakyat.
Dari ketiga aspek
tersebut, pembangunan berkaitan erat dengan peningkatan kesejahteraan. Karena
menakankan pada aspek keadilan, peningkatan mutu seumber daya manusia sebagai
wujud investasi jangka panjang, dan pembangunan yang berpusat padamasyarakat,
yang di dalamnya terdapat proses
pelibatan, partisipasi dan kepemilikan masyarakat dalam proses pembangunan yang
outcome-nya adalah meningkatnya kesejahteraan
masyarakat itu sendiri.
B.
Pemenuhan
Kesejahteraan Masyarakat Sebagai Prinsip Dasar
Target-target
pembangunan tersebut hanya mungkin tercapai apabila pembangunan ekonomi dan
pembangunan sosial dalam dilaksanakan secara sinergis dan berkesinambungan.
Dalam pembangunan sosial, prinsip dasarnya adalah bahwa perwujudan keadilan
sosial perlu diberi prioritas utama dalam usaha pembangunan masyarakat. Prinsip
ini mengandung makna, bahwa kemanusiaan sebuah masyarakat dapat diukur dari
perhatiannya kepada anggota masyarakatnya yang paling miskin, paling lemah, dan
paling menderita. Dalam kaitan ini, terdapat tiga hal yang perlu mendapatkan
perhatian, yaitu :
a.
Kesetiakawanan sosial.
b.
Kesenjangan sosial, ketimpangan sosial.
c.
Kemiskinan berkaitan dengan struktur-struktur
ketergantungan.
Dalam
kaitan ini, implikasinya adalah perlunya jaminan tentang:
1.
Persamaan dalam menikmati hak-hak
ekonomi, sosial, dan budaya; negara dapat melakukan batasan-batasan terhadap
pelasanaan hak ini melalui pengaturan dalam undang-undang sejauh tidak
bertentangan dengan hakekatnya dan sematamata demi tujuan memajukan
kesejahteraan umum dalam masyarakat demokratis.
2.
Mengakui hak untuk bekerja, mendapatkan
nafkah yang layak dari pekerjaan itu yang melakukan pekerjaan yang secara bebas
dipilih, melakukan perlindungan terhadapnya.
3.
Negara menyelenggarakan dan menjamin hak
setiap orang atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial.
4.
Memberikan jaminan kepada setiap orang
atas standar penghidupan yang layak, bebas dari kelaparan, dan menikmati
standar hidup yang memadai yang dapat dicapai untuk kesehatan jasmani dan
rohani.
Jaminan terhadap
pelaksanaan terhadap prinsip dasar tersebut, perlu dioperasionalkan dalam
konstitusi yang memberikan jaminan terhadap :
a.
Pemenuhan hak atas pekerjaan
Pekerjaan merupakan hak
dasar manusia yang keberadaannya tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Tanpa memiliki pekerjaan, seseorang mustahil dapat memenuhi kebutuhan dasarnya,
apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Oleh karena itu, maka jaminan
akan terpenuhinya hak-hak tersebut menjadi kewajiban yang harus diwujudkan oleh
negara.
Secara sistematis
fungsi penting pekerjaan bagi kehidupan seseorang, dapat dibagi atas dua
bagian, yaitu :
1.
Fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kemandirian, baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Fungsi ini
terkait dengan tingkat upah yang diterima oleh seorang pekerja. Itu berarti,
terpenuhinya hak atas pekerjaan seseorang secara tidak langsung memberi jaminan
kesejahteraan kehidupan bagi orang yang bersangkutan. Dengan terpenuhinya hak
atas pekerjaan yang layak, maka akan ada jaminan, bahwa seseorang memiliki
tingkat pendapatan yang layak sebagai balas jasa dari pekerjaan yang
dimilikinya itu.
2.
Fungsi status, yaitu seseorang yang
memiliki pekerjaan akan mempunyai status sosial yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan seseorang yang tidak atau belum memiliki pekerjaan. Orang
menganggap pekerjaan begitu penting, sehingga untuk mendapatkannya orang rela
berbuat apa saja.
b.
Pemenuhan hak atas pangan
Hak atas pangan dapat
ditafsirkan sebagai right not to be hungry, yaitu hak bagi setiap orang atau
sekelompok orang dalam suatu masyarakat, wilayah atau suatu negara untuk
mendapatkan kecukupan makanan yang dibutuhkan bagi keperluan menjalankan
aktivitas hidupnya seperti bekerja dalam batas-batas yang masih memenuhi ukuran
kesehatan. Kondisi dimana hak atas pangan tidak terpenuhi dalam wilayah
tersebut tidak tersedia jumlah makanan yang dapat mencukupi kebutuhan seluruh
masyarakat setempat.
Hal ini disebabkan
karena ketersediaan pangan tidak juga mencerminkan adanya kepastian bahwa
setiap individu dalam masyarakat memiliki kemampuan atau kontrol terhadap
pangan untuk kepentingannya. Oleh karena itu di samping ketersediaan pangan,
faktor kepemilikan atau entitlement juga merupakan kunci bagi seseorang atau
sekelompok orang dalam memiliki akses terhadap pangan.
c.
Pemenuhan hak atas kesehatan
Kesehatan adalah suatu
kondisi sehat fisik, mental, dan sosial seseorang, atau masyarakat dikatakan
sehat bukan hanya tidak ada penyakit atau kelemahan pada dirinya, tetapi
dikatakan sehat apabila terjamin hubungan yang sehat antara seseorang dengan
lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Pada dataran ini kesehatan mempunyai
makna atau arti penting sebagai salah satu hak dasar manusia. Tanpa kesehatan
seseorang akan kesulitan untuk mencapai kualitas hidup yang dicita-citakan.
Di lain pihak, adanya
jaminan hak atas kesehatan tersebut juga melekat kebebasan untuk memilih dan memutuskan
sendiri kualitas hidup yang diinginkan. Dalam pandangan ini kesehatan mempunyai
makna dan bernilai ekonomi. Artinya, apabila seseorang dalam kondisi sakit,
maka kesempatan untuk melakukan aktivitas produktif menjadi terhambat, yang
pada akhirnya kesempatan meningkatkan kesejahteraan juga terganggu.
Masyarakat menghadapi
masalah dalam hal kesehatan, yaitu tidak meratanya akses masyarakat pada
pelayanan kesehatan untuk mengatasi faktor kesakitan. Ini terjadi selain karena
faktor ketidakmampuan masyarakat miskin untuk mengakses pelayanan tersebut,
juga disebabkan karena faktor pelayanan kesehatan yang sudah menjadi komoditas
ekonomi, sehingga lebih mengedepankan prinsip those who use them most, pay the
highest total price. Kondisi ini semakin menjauhkan akses si miskin terhadap
pelayanan kesehatan.
Ketidakmampuan
masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan lebih merupakan masalah yang
diciptakan, baik oleh negara atau pemilik kapital, dalam bentuk pengelolaan
pelayanan kesehatan yang memang didisain diskriminatif, yang hanya
menguntungkan kelompok kaya dan merugikan kelompok miskin. Dalam kaitan ini,
kelembagaan merupakan faktor penyebab mengapa akses masyarakat miskin terhadap
pelayanan kesehatan menjadi rendah kalaupun dapat dikatakan tidak ada.
Oleh karena itu,
implikasi kebijaksanaan yang dibutuhkan agar terjadi pemerataan akses terhadap
pelayanan kesehatan adalah perlunya pemikiran redistribusi sumber-sumber
ekonomi dan adanya sistem pengelolaan yang lebih adil. Dalam konteks ini,
redistribusi tersebut tidak hanya ditujukan pada kelompok yang tidak mampu
saja, tetapi juga dilakukan pada lembaga-lembaga yang terkait dengan pelayanan
kesehatan. Tujuannya agar pusat-pusat pelayanan kesehatan yang berada di
lingkungan kelompok miskin dapat memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif.
d.
Hak atas kepemilikan
Kemungkinan untuk
mempunyai harta kepemilikan, merupakan suatu dasar bagi setiap orang untuk
menunjukkan kualitas dari kehidupannya. Meski tidak berlaku bagi semua orang,
kepemilikan komoditas ekonomi yang semakin besar akan memperbaiki kualitas
hidupnya dengan semakin banyak kebutuhan hidup yang dapat tercukupi. Selain itu
dalam kepemilikan juga secara otomatis melekat kebebasan untuk memutuskan sendiri
hak-hak ekonomi atas kepemilikan tersebut.
Fungsi dasar atas kepemilikan adalah :
1.
Meningkatkan kesejahteraan, keamanan,
kebebasan, dan kemandirian. Fungsi ini melekat pada kepemilikan atas suatu
komoditas ekonomi karena komoditas tersebut akan membentuk suatu kekayaan
perekonomian dan menghasilkan pendapatan bagi pemiliknya. Dengan demikian, maka
pada saat yang sama kepemilikan akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
kemandirian ekonomi pemiliknya.
2.
Sebagai dorongan untuk mempertahankan
nilai dan meningkatkan efisiensi atas sumber-sumber ekonomi. Oleh karena itu,
dengan adanya kepentingan pemilik harta untuk mempertahankan dan meningkatkan
nilai harta bendanya, maka kondisi tersebut bisa mendorong pemilik harta
tersebut memperlakukan harta bendanya sendiri secara berhati-hati.
Pilihan-pilihan perlakuan atas harta benda yang dimiliki, akan seoptimal
mungkin diupayakan untuk memperoleh pendapatan. Dengan demikian maka efisiensi
ekonomi akan tercapai karena didukung oleh keputusan-keputusan agregat dalam
mempertahankan dan meningkatkan nilai harta benda tadi.
3.
Fungsi pengaruh, yaitu dengan melekatnya
kebebasan dalam kepemilikan harta tersebut, maka secara otomatis melekat pula
kekuatan untuk mempengaruhi tatanan dalam masyarakat. Ironisnya, seiring dengan
semakin kompleksnya motif-motif yang muncul dalam sebuah tatanan sosial
masyarakat, fungsi pengaruh dari kepemilikan ini menjadi semakin luas bidang
pengaruhnya hingga ke berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti politik,
penyelenggaraan negara, budaya, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Pada
gilirannya seluruh tatanan formal ekonomi yang terbentuk berada dalam pengaruh
dan dominasi individu-individu yang memiliki kapital.
e.
Pemenuhan hak atas pendidikan
Pendidikan yang
berkualitas hendaknya diarahkan pada perkembangan sepenuhnya atas kepribadian
dan martabat manusia. Pendidikan akan memperkuat penghormatan terhadap hak
asasi manusia dan kebebasan yang hakiki, yang memungkinkan setiap orang untuk
berpartisipasi efektif dalam masyarakat yang bebas, yang akan mampu
meningkatkan pengertian, toleransi, dan persahabatan di antara warga negara.
Pendidikan dasar harus
diwajibkan dan tersedia bebas untuk semua orang karena merupakan hak dasar
manusia yang keberadaannya tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap
orang (semua lapisan masyarakat) berhak mendapatkan paling tidak pendidikan
dasar yang akan membantu mereka keluar dari ketidakmampuan membaca dan menulis.
Jika dimungkinkan, pendidikan (bukan pengajaran) dimulai dengan sistem
pendidikan tentang kebahasaan: didukung oleh beragam pendidikan non-formal yang
tidak harus dilakukan di kelas, dan terus diupayakan untuk mencapai tingkat
pembelajaran yang lebih tinggi. Dengan modal inilah diharapkan masing-masing
individu mampu mengembangkan dirinya.
Pendidikan dasar ini
diharapkan dapat membantu pembentukan motivasi untuk pembelajaran seumur hidup.
Setiap orang akan dengan sadar berusaha memperbaiki kualitas pendidikan. Jika
hal ini terjadi, setiap orang akan selain memperoleh pengetahuan yang bermanfaat,
mereka juga akan memiliki kemampuan berpikir, keterampilan, dan nilai etika dan
sosial yang dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin guna
terpenuhinya hak-hak yang lain.
Pendidikan lanjutan
dalam bentuk-bentuk yang berbeda, termasuk pendidikan menengah teknis dan
kejuruan harus tersedia secara umum dan mudah didapat untuk semua orang dan
sarana yang sesuai, dapat diikuti semua orang dan sarana yang sesuai, dan
khususnya dengan pengenalan yang lebih maju tentang pendidikan yang bebas.
Pengembangan kebijakan
pendidikan dengan tidak melepaskan diri dari dunia usaha akan lebih mengangkat
pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan merupakan unsur penting dalam
penciptaan lapangan pekerjaan dan pemecahan akan masalah pengangguran.
Teknologi yang terus berkembang akan meninggalkan mereka yang tidak dapat
menyesuaikan diri dengan cepat. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan tidak
akan melepaskan diri dari perkembangan teknologi.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Kesejahteraan
sosial yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup,
khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan,
dan perawatan kesehatan.
2. Kegiatan
untuk menyelenggarakan kesejahtaraan sosial yaitu : rehabilitasi sosial, jaminan
sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, bantuan sosial.
3. Ada
3 hal yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan kesejahteraan sosial yaitu : kesetiakawanan
sosial, kesenjangan sosial, ketimpangan sosial dan, kemiskinan berkaitan dengan
struktur-struktur ketergantungan.
B.
Saran
1. Pemenuhan
taraf kesejahteraan sosial perlu terus
diupayakan mengingat sebagian besar rakyat Indonesia masih belum mencapai taraf
kesejahteraan sosial yang diinginkannya.
2. Perlu
diluaskannya pembukaan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial dalam masyarakat seperti didirikannya balai pelatihan untuk masyarakat
yang menganggur.