Rabu, 14 Agustus 2013

Artikel Ekonomi Koperasi

Landasan Operasional Koperasi  adalah GBHN

Koperasi dengan sifat-sifat khas berdasarkan prinsip kelembagaannya, nampak lebih efisien untuk melaksanakan secara langsung tugas pokoknya di bidang pemerataan. Tentu saja hal ini dilakukan dengan tidak mengabaikan tanggungjawab dan tugasnya di bidang pertumbuhan dan stabilitas. Pemikiran tentang tugas pokok koperasi seperti diuraikan oleh para pakar tersebut, memang dapat merupakan rasionalisasi dari tugas koperasi yang telah secara tegas tercantum dalam arah pembangunan jangka panjang GBHN yaitu sebagai wadah untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah agar mereka dapat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan sekaligus dapat ikut menikmati hasil-hasilnya. Koperasi merupakan kunci utama dalam upaya mengentaskan anggota masyarakat kita dari kemiskinan. Dengan tugas fungsional koperasi seperti itu, diharapkan akan lebih efisien apabila fungsinya diarahkan untuk tugas pokok memobilisasikan sumberdaya dan potensi pertumbuhan yang ada, tanpa harus mengabaikan fungsinya dalam mengembangkan tugas stabilitas dan pemerataan.
Koperasi Unit Desa Sebagai Pusat Kegiatan Ekonomi Pedesaan sebagaimana amanat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993 bahwa tujuan pembangunan yang ingin dicapai adalah untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang maju dan mandiri serta sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pencapaian tujuan pembangunan tersebut dilakukan dengan menitik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi. Sasarannya adalah tercipta perekonomian yang mandiri dan handal sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sasaran pembangunan bidang ekonomi ini diarahkan untuk mampu meningkatkan kemakmuran rakyat yang lebih merata, pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang semakin mantap. Pembangunan bidang ekonomi tersebut diantaranya dicirikan oleh industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh serta koperasi yang sehat dan kuat.
Peranan sektor pertanian dalam pembangunan nasional sangat penting terutama dalam pencapaian swasembada pangan melalui program Bimas dan Inmas yang membawa implikasi luas bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini keberhasilan koperasi dalam pembangunan nasional tidak terlepas dari dukungannya terhadap keberhasilan pembangunan pertanian. Dukungan keberhasilan pembangunan di sektor pertanian bagi pembangunan secara keseluruhan sangatlah penting. Kontribusi penting sektor pertanian terhadap sektor lainnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yag meliputi:
1. Peningkatan produksi pangan dan produksi pertanian
lainnya untuk keperluan domestik dan ekspor.
2. Suplai tenaga kerja bagi sektor non-pertanian.
3. Investai bagi aktivitas non-pertanian; dan
4. Peningkatan permintaan di pedesaan terhadap produkproduk
non-pertanian.
Peranan koperasi khususnya Koperasi Unit Desa [KUD] secara nyata selama ini pada upaya peningkatan produksi pangan. Dengan terjadinya transformasi dari pertanian ke sektor industri yang ditandai dengan makin menurunnya pangsa sektor pertanian dalam pendapatan nasional dibandingkan dengan sektor industri, menuntut peran koperasi yang lebih besar dalam menciptakan pembangunan pertanian di masa depan. Pembangunan pertanian di masa depan akan tetap berbasis pedesaan, dengan berwawasan industri yang lebih menekankan pada aspek peningkatan pendapatan petani dibandingkan dengan peningkatan produksi semata-mata. Koperasi dalam hal ini diyakini akan mampu memberikan sumbangan yang besar dengan membawa perubahan di sektor pertanian melalui peranannya dalam pengenalan teknologi dan manajemen modern dalam pengelolaan usaha tani. UUD 1945 menempatkan koperasi pada kedudukan yang amat penting yaitu sebagai sokoguru perekonomian nasional. Selanjutnya, dalam GBHN 1993 ditegaskan pula bahwa hakekat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruhnya. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi dan peran koperasi, yaitu mempertinggi kwalitas kehidupan masyarakat. Labih lanjut GBHN 1993 menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat. Amanat ini secara jelas dianut oleh koperasi. Koperasi susuai dengan watak sosialnya adalah wadah ekonomi yang paling ampuh untuk menanggulangi kemiskinan dan keterbelakangan dalam upaya untuk menciptakan pembangunan yang berkeadilan. Koperasi juga merupakan organisasi yang paling banyak melibatkan peran serta rakyat. Oleh karena itu, koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat perlu lebih banyak diikutsertakan dalam upaya pembangunan yang lebih merata, tumbuh dari bawah, berakar di masyarakat dan mendapat dukungan luas dari rakyat.      GBHN 1993 mengingatkan bahwa upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menghilangkan kemiskinan dan keterbelakangan masih perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Dalam rangka ini maka penataan peran ketiga pelaku ekonomi dalam ekonomi nasional masih perlu terus dilanjutkan, terutamaperan koperasi. Perhatian secara khusus perlu diberikan kepada pembinaan usaha golongan masyarakat yang berkemampuan lemah serta upaya untuk menciptakan lapangan kerja guna menampung angkatan kerja yang terus meningkat. Khusus bagi daerah pedesaan, pembangunan koperasi akan terus dilakukan untuk memampukannya sebagai pusat kegiatan ekonomi pedesaan. Pendekatan kelembagaan koperasi bagi upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan sangat strategis mengingat koperasi merupakan wadah aktivitas ekonomi yang juga sangat cocok bagi masyarakat pada tataran grass root.
Melalui koperasi ini, diharapkan peningkatan efisiensi dapat dilakukan, baik lewat peningkatan skala usaha (economic of scale) maupun perluasan cakupan kegiatan (economic of scope). Melalui koperasi, investsi dari luar terutama dari pemerintah lebih mudah ditarik, sehingga koperasi dapat tumbuh dan berkembang di berbagai sektor usaha. Menyadari bahwa sebagian besar rakyat Indonesia, yang terdiri dari para petani, peternak, perajin, pedagang, pengusaha kecil dan lain-lain yang sebagian besar lemah ekonominya, berada di pedesaan, maka sejak pemerintahan Orde Baru pembangunan ekonomi perdesaan mendapat perhatian yng besar. Oleh karena itu, pembangunan dan pengembangan koperasi di pedesaan terus digalakkan dan ditingkatkan serta dikembangkan peranannya.
Sebagai langkah awal pemerintahan Orde Baru dalammembangun dan mengembangkan koperasi, antara lain dengan meletakkan kembali landasan ideal, asas dan sendi dasar koperasi pada arah dan prinsip yang benar. Untuk itulah, maka Undang Undang Nomor 14 Tahun 1965, yang lebih berorientasi pada politik, diganti dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Berlandaskan pada Undang-undang tersebut, pemerintah melakukan rehabilitasi pada koperasi koperasi yang telah ada dan sekaligus meningkatkan kinerja melalui penggabungan dari koperasi yang kecil-kecil. Menyadari adanya tuntutan dan perubahan lingkungan strategik, maka sejak tahun 1992 arah pengembangan Perkoperasian disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Sebagai landasan operasional dalam membina dan mengembangkan koperasi, secara khusus pemerintah menetapkan kebijaksanaan pada setiap tahap pembangunan yang sesuai dengan prioritas dan kondisi lingkungan yang terus berubah. Khususnya dalam membangun ekonomi perdesaan melalui pembangunan koperasi. Pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan berupa Instruksi Presiden (Inpres), yang bersifat dinamis dan materi pengaturannya dapat disesuaikan dengan perkembangan dan kondisi lingkungan yang ada.
Pada awal pembangunan KUD, partisipasi masyarakat pedesaan relatif rendah. Hal ini dapat dimaklumi sebagai akibat adanya jeratan kemiskinan dan keterbelakangan yang merupakan warisan penjajah di masa lampau. Selain itu, citra negatif koperasi di masa lampau juga semakin menjauhkan masyarakat dari koperasi. Kenyataan tersebut mengetuk hati pemerintah yang kemudian merasa berkewajiban untuk aktif memprakarsai dan memacu pembangunan KUD. Kebijaksanaan ini ditempuh agar KUD secepatnya menjadi satu sosok badan usaha yang mandiri dan tangguh serta dapat mensejajarkan dirinya dengan pelaku atau badan ekonomi dan usaha lainnya. Berangkat dari cita-cita ideal itulah, kebijaksanaan dan strategi pembanguna KUD disusun secara terencana, terarah dan terpadu dengan tetap memperhatikan potensi dan aspirasi masyarakat pedesaan. Pada awal tahap pelaksanaan kebijaksanaan ini, peran pemerintah cukup besar, terutama dalam berbagai program yang mencakup prakarsa pendirian KUD, pemberian bimbingan dan bantuan fasilitas. Peran pemerintah yang demikian lebih didasari oleh keinginan untuk mempercepat tumbuh kembangnya KUD yang pada awal pendiriannya dinilai masih kecil dan lemah, baik dari skala usaha maupun pengelolaannya. Pada tahap berkutnya, penetapan dan pelaksanaan berbagai program pemerintah diarahkan untuk menumbuhkan kemampuan dan kekuatan KUD sendiri. Ini penting agar KUD benar-benar tumbuh menjadi lembaga ekonomi yang mampu berdiri di atas kekuatan dan kemampuan sendiri.
Kebijaksanaan pemerintah yang ditempuh tersebut sesuai dengan prinsip “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.” Artinya juga sebangun dengan pendekatan pembangunan belajar sambil bekerja. Sebagai program pertama pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, adalah program Bimbingan Massal [Bimas] dengan memerankan koperasi pertanian sebagai penyalur kredit Bimas bagi petani. Namun demikian, dengan kondisi koperasi [koperasi pertanian] pada saat itu umumnya berskala kecil-kecil, menjadikan peranan koperasi dalam program Bimas kurang efektif dan efisien.
Dengan pengalaman tersebut, melalui suatu proyek percontohan Wilayah Unit Desa pada Bimas nasional yang disempurnakan, pemerintah berhasil menciptakan konsep unit desa, di mana di dalam wilayah unit desa, usaha dari beberapa koperasi disatukan dalam Badan Usaha Unit Desa [BUUD]. Dengan keberhasilan proyek percontohan BUUD, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 1973 tentang Unit Desa, di mana keikutsertaan koperasi dalam pembangunan diperteas dengan diterapkannya konsep Koperasi Unit Desa [KUD] sebagai bentuk badan hukum pembangunan koperasi dengan mengembangkan sakal usahanya merupakan landasan operasional dalam membina koperasi dipedesaan. Dalam hal ini, pembangunan koperasi secara langsung dikaitkan dengan pembangunan pertanian. Dengan demikian, Inpres No. 4 tahun 1973 merupakan tonggak yuridis keberadaan KUD, yang di dalamnya terkandung beberapa konsep strategis, yaitu:
1.   Bahwa unit desa merupakan kesatuan agroekonomis dalam satu wilayah, yang dibina dan dibentuk dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Mempunyai fungsi-fungsi penyuluhan pertanian, pengkreditan, penyaluran sarana produksi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
2.   Bahwa wilayah unit desa dapat mencakup satu atau beberapa desa dalam satu wilayah atau lebih wilayah kecamatan di dalam satu kabupaten, dengan luas areal persawahan yang berkisar antara 600 sampai 1.000 hektare.
3.   Bahwa fungsi BUUD/KUD, yaitu melaksanakan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, secara bertahap ditingkatkan sehingga pada gilirannya mampu melaksanakan fungsi penyuluhan, pengkreditan, dan penyaluran sarana produksi, yang sebelumnya merupaka fungsi dari unsur-unsur unit desa lainnya, seperti petugas penyuluh lapangan [PPL], Bank Rakyat Indonesia, pengecer, dan warung unit desa. BUUD merupakan lembaga ekonomi unit desa dapat bergabung dan melebur dalam suatu Koperasi Unit Desa [KUD].
Sejalan dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai koperasi, saat memasuki Pelita III, Pemerintah mengeluarkan Inpres No. 2 Tahun 1978, tentang BUUD/KUD, sebagai penyempurnaan dari Inpres No. 2 tahun 1973, di mana landasan usaha KUD diperluas menjadi daerah pedesaan sebagai suatu kesatuan potensi ekonomi. Usaha ekonomi KUD yang semula berorintasi pada wilayah unit desa diubah menjadi berorientasi pada potensi ekonomi perdesaan. Selain itu, karena garapan BUUD/KUD adalah daerah dan wilayah pedesaan sebagai satu kesatuan ekonomi tersendiri maka BUUD/KUD yang tadinya merupakan koperasi pertanian yang serba usaha pada tahap selanjutnya berubah menjadi koperasi aneka usaha [serba ada]. Selanjutnya, untuk lebih memampukan KUD sehingga dapat berdiri di atas kemampuannya sendiri, maka memasuki Pelita IV, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 4 tahun 1984, tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD, sebagai penyempurnaan dari Inpres No. 2 tahun 1978. Sejak itu peran BUUD digantikan oleh Badan Pembimbing dan Pelindung KUD [BPP-KUD]. Di bidang usaha, KUD diberi kesempatan usaha seluas-luasnya dan pemerintah menyediakan fasilitas yang diperlukan bagi peningkatan pelayanan kepada anggotanya.



































Daftar Pustaka
http://m.subiaktobukukoperasibab3.com
http://m.tupok2.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar