Landasan Operasional Koperasi adalah GBHN
Koperasi dengan
sifat-sifat khas berdasarkan prinsip kelembagaannya, nampak lebih efisien untuk
melaksanakan secara langsung tugas pokoknya di bidang pemerataan. Tentu saja
hal ini dilakukan dengan tidak mengabaikan tanggungjawab dan tugasnya di bidang
pertumbuhan dan stabilitas. Pemikiran tentang tugas pokok koperasi seperti
diuraikan oleh para pakar tersebut, memang dapat merupakan rasionalisasi dari
tugas koperasi yang telah secara tegas tercantum dalam arah pembangunan jangka
panjang GBHN yaitu sebagai wadah untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah agar mereka dapat ikut
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan sekaligus dapat ikut menikmati
hasil-hasilnya. Koperasi merupakan kunci utama dalam upaya mengentaskan anggota
masyarakat kita dari kemiskinan. Dengan tugas fungsional koperasi seperti itu,
diharapkan akan lebih efisien apabila fungsinya diarahkan untuk tugas pokok
memobilisasikan sumberdaya dan potensi pertumbuhan yang ada, tanpa harus mengabaikan
fungsinya dalam mengembangkan tugas stabilitas dan pemerataan.
Koperasi Unit Desa
Sebagai Pusat Kegiatan Ekonomi Pedesaan sebagaimana amanat dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara 1993 bahwa tujuan pembangunan yang ingin dicapai adalah
untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang maju dan mandiri serta sejahtera adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pencapaian tujuan pembangunan
tersebut dilakukan dengan menitik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi.
Sasarannya adalah tercipta perekonomian yang mandiri dan handal sebagai usaha
bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sasaran pembangunan bidang ekonomi
ini diarahkan untuk mampu meningkatkan kemakmuran rakyat yang lebih merata,
pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang semakin mantap.
Pembangunan bidang ekonomi tersebut diantaranya dicirikan oleh industri yang
kuat dan maju, pertanian yang tangguh serta koperasi yang sehat dan kuat.
Peranan sektor
pertanian dalam pembangunan nasional sangat penting terutama dalam pencapaian
swasembada pangan melalui program Bimas dan Inmas yang membawa implikasi luas
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini keberhasilan koperasi
dalam pembangunan nasional tidak terlepas dari dukungannya terhadap
keberhasilan pembangunan pertanian. Dukungan keberhasilan pembangunan di sektor
pertanian bagi pembangunan secara keseluruhan sangatlah penting. Kontribusi
penting sektor pertanian terhadap sektor lainnya untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi yag meliputi:
1. Peningkatan
produksi pangan dan produksi pertanian
lainnya untuk
keperluan domestik dan ekspor.
2. Suplai tenaga
kerja bagi sektor non-pertanian.
3. Investai bagi
aktivitas non-pertanian; dan
4. Peningkatan
permintaan di pedesaan terhadap produkproduk
non-pertanian.
Peranan
koperasi khususnya Koperasi Unit Desa [KUD] secara nyata selama ini pada upaya
peningkatan produksi pangan. Dengan terjadinya transformasi dari pertanian ke
sektor industri yang ditandai dengan makin menurunnya pangsa sektor pertanian
dalam pendapatan nasional dibandingkan dengan sektor industri, menuntut peran
koperasi yang lebih besar dalam menciptakan pembangunan pertanian di masa
depan. Pembangunan pertanian di masa depan akan tetap berbasis pedesaan, dengan
berwawasan industri yang lebih menekankan pada aspek peningkatan pendapatan
petani dibandingkan dengan peningkatan produksi semata-mata. Koperasi dalam hal
ini diyakini akan mampu memberikan sumbangan yang besar dengan membawa
perubahan di sektor pertanian melalui peranannya dalam pengenalan teknologi dan
manajemen modern dalam pengelolaan usaha tani. UUD 1945 menempatkan koperasi
pada kedudukan yang amat penting yaitu sebagai sokoguru perekonomian nasional.
Selanjutnya, dalam GBHN 1993 ditegaskan pula bahwa hakekat pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
seluruhnya. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi dan peran koperasi, yaitu
mempertinggi kwalitas kehidupan masyarakat. Labih lanjut GBHN 1993 menyatakan
bahwa pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat.
Amanat ini secara jelas dianut oleh koperasi. Koperasi susuai dengan watak
sosialnya adalah wadah ekonomi yang paling ampuh untuk menanggulangi kemiskinan
dan keterbelakangan dalam upaya untuk menciptakan pembangunan yang berkeadilan.
Koperasi juga merupakan organisasi yang paling banyak melibatkan peran serta
rakyat. Oleh karena itu, koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat perlu lebih
banyak diikutsertakan dalam upaya pembangunan yang lebih merata, tumbuh dari
bawah, berakar di masyarakat dan mendapat dukungan luas dari rakyat. GBHN 1993 mengingatkan bahwa upaya untuk
lebih memeratakan pembangunan serta menghilangkan kemiskinan dan keterbelakangan
masih perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Dalam rangka ini maka penataan
peran ketiga pelaku ekonomi dalam ekonomi nasional masih perlu terus
dilanjutkan, terutamaperan koperasi. Perhatian secara khusus perlu diberikan
kepada pembinaan usaha golongan masyarakat yang berkemampuan lemah serta upaya
untuk menciptakan lapangan kerja guna menampung angkatan kerja yang terus
meningkat. Khusus bagi daerah pedesaan, pembangunan koperasi akan terus
dilakukan untuk memampukannya sebagai pusat kegiatan ekonomi pedesaan.
Pendekatan kelembagaan koperasi bagi upaya meningkatkan kesejahteraan petani
dan nelayan sangat strategis mengingat koperasi merupakan wadah aktivitas
ekonomi yang juga sangat cocok bagi masyarakat pada tataran grass root.
Melalui koperasi
ini, diharapkan peningkatan efisiensi dapat dilakukan, baik lewat peningkatan
skala usaha (economic of scale) maupun perluasan cakupan kegiatan (economic of
scope). Melalui koperasi, investsi dari luar terutama dari pemerintah lebih
mudah ditarik, sehingga koperasi dapat tumbuh dan berkembang di berbagai sektor
usaha. Menyadari bahwa sebagian besar rakyat Indonesia, yang terdiri dari para
petani, peternak, perajin, pedagang, pengusaha kecil dan lain-lain yang
sebagian besar lemah ekonominya, berada di pedesaan, maka sejak pemerintahan
Orde Baru pembangunan ekonomi perdesaan mendapat perhatian yng besar. Oleh
karena itu, pembangunan dan pengembangan koperasi di pedesaan terus digalakkan
dan ditingkatkan serta dikembangkan peranannya.
Sebagai langkah
awal pemerintahan Orde Baru dalammembangun dan mengembangkan koperasi, antara
lain dengan meletakkan kembali landasan ideal, asas dan sendi dasar koperasi pada
arah dan prinsip yang benar. Untuk itulah, maka Undang Undang Nomor 14 Tahun
1965, yang lebih berorientasi pada politik, diganti dengan Undang-undang Nomor
12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Berlandaskan pada
Undang-undang tersebut, pemerintah melakukan rehabilitasi pada koperasi
koperasi yang telah ada dan sekaligus meningkatkan kinerja melalui penggabungan
dari koperasi yang kecil-kecil. Menyadari adanya tuntutan dan perubahan lingkungan
strategik, maka sejak tahun 1992 arah pengembangan Perkoperasian disesuaikan
dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Sebagai
landasan operasional dalam membina dan mengembangkan koperasi, secara khusus
pemerintah menetapkan kebijaksanaan pada setiap tahap pembangunan yang sesuai
dengan prioritas dan kondisi lingkungan yang terus berubah. Khususnya dalam
membangun ekonomi perdesaan melalui pembangunan koperasi. Pemerintah
mengeluarkan kebijaksanaan berupa Instruksi Presiden (Inpres), yang bersifat
dinamis dan materi pengaturannya dapat disesuaikan dengan perkembangan dan
kondisi lingkungan yang ada.
Pada awal
pembangunan KUD, partisipasi masyarakat pedesaan relatif rendah. Hal ini dapat
dimaklumi sebagai akibat adanya jeratan kemiskinan dan keterbelakangan yang merupakan
warisan penjajah di masa lampau. Selain itu, citra negatif koperasi di masa
lampau juga semakin menjauhkan masyarakat dari koperasi. Kenyataan tersebut
mengetuk hati pemerintah yang kemudian merasa berkewajiban untuk aktif
memprakarsai dan memacu pembangunan KUD. Kebijaksanaan ini ditempuh agar KUD secepatnya
menjadi satu sosok badan usaha yang mandiri dan tangguh serta dapat
mensejajarkan dirinya dengan pelaku atau badan ekonomi dan usaha lainnya. Berangkat
dari cita-cita ideal itulah, kebijaksanaan dan strategi pembanguna KUD disusun
secara terencana, terarah dan terpadu dengan tetap memperhatikan potensi dan
aspirasi masyarakat pedesaan. Pada awal tahap pelaksanaan kebijaksanaan ini,
peran pemerintah cukup besar, terutama dalam berbagai program yang mencakup
prakarsa pendirian KUD, pemberian bimbingan dan bantuan fasilitas. Peran
pemerintah yang demikian lebih didasari oleh keinginan untuk mempercepat tumbuh
kembangnya KUD yang pada awal pendiriannya dinilai masih kecil dan lemah, baik
dari skala usaha maupun pengelolaannya. Pada tahap berkutnya, penetapan dan
pelaksanaan berbagai program pemerintah diarahkan untuk menumbuhkan kemampuan dan
kekuatan KUD sendiri. Ini penting agar KUD benar-benar tumbuh menjadi lembaga
ekonomi yang mampu berdiri di atas kekuatan dan kemampuan sendiri.
Kebijaksanaan
pemerintah yang ditempuh tersebut sesuai dengan prinsip “Ing Ngarso Sung
Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.” Artinya juga sebangun
dengan pendekatan pembangunan belajar sambil bekerja. Sebagai program pertama
pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, adalah
program Bimbingan Massal [Bimas] dengan memerankan koperasi pertanian sebagai
penyalur kredit Bimas bagi petani. Namun demikian, dengan kondisi koperasi
[koperasi pertanian] pada saat itu umumnya berskala kecil-kecil, menjadikan
peranan koperasi dalam program Bimas kurang efektif dan efisien.
Dengan pengalaman
tersebut, melalui suatu proyek percontohan Wilayah Unit Desa pada Bimas
nasional yang disempurnakan, pemerintah berhasil menciptakan konsep unit desa, di
mana di dalam wilayah unit desa, usaha dari beberapa koperasi disatukan dalam
Badan Usaha Unit Desa [BUUD]. Dengan keberhasilan proyek percontohan BUUD,
pemerintah mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 1973 tentang Unit Desa, di mana
keikutsertaan koperasi dalam pembangunan diperteas dengan diterapkannya konsep
Koperasi Unit Desa [KUD] sebagai bentuk badan hukum pembangunan koperasi dengan
mengembangkan sakal usahanya merupakan landasan operasional dalam membina
koperasi dipedesaan. Dalam hal ini, pembangunan koperasi secara langsung dikaitkan
dengan pembangunan pertanian. Dengan demikian, Inpres No. 4 tahun 1973
merupakan tonggak yuridis keberadaan KUD, yang di dalamnya terkandung beberapa
konsep strategis, yaitu:
1.
Bahwa unit desa
merupakan kesatuan agroekonomis dalam satu wilayah, yang dibina dan dibentuk
dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Mempunyai fungsi-fungsi penyuluhan
pertanian, pengkreditan, penyaluran sarana produksi, pengolahan dan pemasaran
hasil pertanian.
2.
Bahwa wilayah unit
desa dapat mencakup satu atau beberapa desa dalam satu wilayah atau lebih
wilayah kecamatan di dalam satu kabupaten, dengan luas areal persawahan yang
berkisar antara 600 sampai 1.000 hektare.
3.
Bahwa fungsi
BUUD/KUD, yaitu melaksanakan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, secara
bertahap ditingkatkan sehingga pada gilirannya mampu melaksanakan fungsi penyuluhan,
pengkreditan, dan penyaluran sarana produksi, yang sebelumnya merupaka fungsi
dari unsur-unsur unit desa lainnya, seperti petugas penyuluh lapangan [PPL],
Bank Rakyat Indonesia, pengecer, dan warung unit desa. BUUD merupakan lembaga
ekonomi unit desa dapat bergabung dan melebur dalam suatu Koperasi Unit Desa
[KUD].
Sejalan dengan
kemajuan-kemajuan yang dicapai koperasi, saat memasuki Pelita III, Pemerintah
mengeluarkan Inpres No. 2 Tahun 1978, tentang BUUD/KUD, sebagai penyempurnaan
dari Inpres No. 2 tahun 1973, di mana landasan usaha KUD diperluas menjadi
daerah pedesaan sebagai suatu kesatuan potensi ekonomi. Usaha ekonomi KUD yang
semula berorintasi pada wilayah unit desa diubah menjadi berorientasi pada
potensi ekonomi perdesaan. Selain itu, karena garapan BUUD/KUD adalah daerah
dan wilayah pedesaan sebagai satu kesatuan ekonomi tersendiri maka BUUD/KUD
yang tadinya merupakan koperasi pertanian yang serba usaha pada tahap
selanjutnya berubah menjadi koperasi aneka usaha [serba ada]. Selanjutnya,
untuk lebih memampukan KUD sehingga dapat berdiri di atas kemampuannya sendiri,
maka memasuki Pelita IV, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 4 tahun 1984,
tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD, sebagai penyempurnaan dari Inpres No. 2
tahun 1978. Sejak itu peran BUUD digantikan oleh Badan Pembimbing dan Pelindung
KUD [BPP-KUD]. Di bidang usaha, KUD diberi kesempatan usaha seluas-luasnya dan
pemerintah menyediakan fasilitas yang diperlukan bagi peningkatan pelayanan kepada
anggotanya.
Daftar Pustaka
http://m.subiaktobukukoperasibab3.com
http://m.tupok2.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar